Jurus Keledai Kebijakan Kedelai


Warning: Undefined variable $PostID in /home2/comelews/wr1te.com/wp-content/themes/adWhiteBullet/single.php on line 66

Warning: Undefined variable $PostID in /home2/comelews/wr1te.com/wp-content/themes/adWhiteBullet/single.php on line 67
RSS FeedArticles Category RSS Feed - Subscribe to the feed here
 

Sariagri – Cuma keledai yang jatuh di lubang yang sama dua kali ialah pepatah yang berarti jangan seperti binatang keledai yang tak berkeinginan belajar dari kekeliruan yang sama sehingga terulang kembali. Namun, dalam perkembangannya, rupanya keledai tidak melulu bodoh. Karena, ada juga keledai yang tidak jatuh di lubang yang sama sampai dua kali. Itu artinya, sebodoh-bodohnya orang, tak akan mengulang kesalahan sebelumnya.

Tapi, kenaikan harga kedelai yang terus berulang sehingga membikin pasar gaduh serta perajin tahu dan tempe kembali mogok produksi, tentu disebabkan oleh kebijakan yang tidak jauh beda dengan ciri-ciri binatang keledai. Memang tidak bodoh-bodoh betul-betul, melainkan kasat mata tidak sanggup membatasi pasar kedelai.

Kembali berulangnya permasalahan harga kedelai tidak bisa lepas dari kebijakan pemerintah yang membuka keran impor. Meskipun, pemerintah sendiri telah berkomitmen akan meningkatkan produski kedelai dalam negeri hingga swasembeda, seperti era Orde Baru. Bahkan, Presiden sempat mengancam copot menteri pertanian seandainya tak mampu meningkatkan produksi kedelai.

Janji boleh janji. Impor kedelai rupanya makin membesar. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, bila pada tahun 2016 menempuh 859.693 ton, tahun berikutnya jadi 538.728 ton, pada 2018 naik lagi jadi 650.000 ton, lalu tahun 2019 anjlok jadi 424.189 ton, kemudian tahun 2020 menurun jadi 290.784 ton, dan terakhir tahun 2021 menjadi hanya 200.315 ton.

Sementara itu, berdasarkan proyeksi Kementerian Pertanian, produksi kedelai Indonesia terus menurun semenjak 2021 hingga 2024. Pada 2021, proyeksi kacang kedelai yang dibuat dari dalam negeri menempuh 613,3 ribu ton, turun 3,01 persen dari tahun lalu yang mencapai 632,3 ribu ton.

Produksi kedelai Indonesia diperkirakan kembali turun 3,05 persen menjadi 594,6 ribu ton pada 2022. Setahun setelahnya, produksi kedelai bakal berkurang 3,09 persen menjadi 576,3 ribu ton.

Runyamnya, di saat produksi dalam negeri menurun, volume impor kedelai bukannya berkurang tetapi stagnan di atas 2 juta ton. Contohnya, apabila di tahun 2016 mencapai 2.267.803 ton, tahun 2017 naik jadi 2.671.914 ton, tahun 2018 turun sedikit jadi 2.585.809 ton, tahun 2019 naik lagi jadi 2.670.086, tahun 2020 turun jadi 1.279.165 ton, dan tahun 2021 naik lagi jadi 2.294.995 ton.

Semakin melambungnya impor kedelai rupanya untuk menutupi kekurangan produksi dalam negeri. Data didapatkan, konsumsi kedelai tahun 2017 menempuh 2.893.798 ton, tahun 2018 sebesar 2.837.961 ton, tahun 2019 sebesar 4.187.123 ton, tahun 2020 sebesar 2.160.041, dan tahun 2021 mencapai 2.919.922 ton.

Dari data itu telah kelihatan bahwa pemerintah memperbolehkan impor kedelai terus melonjak untuk memenuhi konsumsi. Ini kan sama dengan gali impor tutup dengan impor dan walhasil masuk ke dalam jebakan impor.

Bukan itu saja, tiap-tiap tahun devisa negara terkuras untuk membiayai impor kedelai. Bahkan, pemain impor kedelai terbatas, cuma sekitar 7 perusahaan dan ini pun beberapa perusahaan asing.

“Jika tiap-tiap tahun mengimpor hingga mencapai 2,4 juta ton dengan harga per kilogram Rp10 ribu, artinya Indonesia mengeluarkan devisa mencapai Rp24 triliun per tahun,” kata Member Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sentra, H Ayep Zaki, beberapa waktu lalu.

Lebih dari itu, jebakan impor kedelai telah menyandera pemerintah. Selain tidak dapat mengendalikan kuota impor, pemerintah juga tidak dapat mengintervensi harga. “Menurut Tertib Menteri Perdagangan Nomor 7 tahun 2020 seputar harga acuan diceritakan bahwa harga jual kedelai impor di tingkat perajin hanya sebesar Rp6.800 per kg tapi yang terjadi saat ini harganya tembus hingga Rp12 ribu per kg. Ini konsekuensi dari penyerahan kepada mekanisme pasar. Jadi, seandainya harga di pasar dunia naik segera ditransmisikan ke sini,” kata pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, kepada Sariagri.

Khudori mengungkapkan berulangnya problem harga kedelai karena pemerintah tak pernah memecahkan dan tak pernah membuat upaya untuk mengatasinya. “Tak ada sesuatu yang diperbuat atau diupayakan pemerintah untuk tidak terjadi lagi,” ujarnya.

Kecuali itu, pemerintah sudah puluhan tahun menargetkan komoditas kedelai sebagai salah satu komoditi swasembada, melainkan selalu keluar dari sasaran yang ditentukan.

“Nyatanya kapasitas produksi kita tidak sampai 20 persen untuk memenuhi keperluan dalam negeri, sisanya diimpor. Itu baru menghitung keperluan kedelai untuk tahu dan tempe yang sekitar 3 juta ton. Tapi, seandainya kita hitung kedelai dalam wujud bungkil, pakanan, dan kebutuhan yang lain itu kaprah-kaprah keperluannya 7 juta ton, makin jauh dari sasaran,” jelasnya.

Member Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Slamet, mengucapkan pemerintah seharusnya memiliki sikap tegas untuk memaksimalkan dan memproduksi massal kedelai lokal, walaupun anggarannya besar di permulaan. Hal itu, perlu dilaksanakan demi kejadian serupa tidak selalui berulan tiap-tiap tahunnya.

“Pemerintah harus memberikan lahan ekstra terhadap petani dan insentif supaya ingin menanam kedelai tanpa patut mengorbankan lahannya sendiri. Indonesia punya banyak lahan tidur yang bisa diterapkan pemerintah untuk dibuat kedelai estate jika Presiden ada keberpihakan pada genetika kedelai lokal untuk menjawab kedaulatan kedelai,” paparnya.

Slamet menyuarakan Komisi IV selalu siap menyokong tiap-tiap upaya mengatur impor produk pangan apapun. “UU Cipta kerja memberi peluang impor tanpa batas, Fraksi PKS ialah satu-satunyanya partai yang menyangkal UU Cipta Kerja karena lebih banyak mendatangkan kerugian bagi bangsa dan negara, sebaliknya mendatangkan profit bagi importir dan pengusaha,” pungkasnya.

HTML Ready Article You Can Place On Your Site.
(do not remove any attribution to source or author)





Firefox users may have to use 'CTRL + C' to copy once highlighted.

Find more articles written by /home2/comelews/wr1te.com/wp-content/themes/adWhiteBullet/single.php on line 180